Selasa, 17 Juli 2012

sule jadi gubernur??



Sule Jadi Gubernur…

Provinsi mana yang cocok untuk Sule (pelawak Opera Van Java), jika mau bertarung sebagai calon Gubernur? Menurut penelitian dan survey dari JLI (Jaringan Lawak Indonesia), jawabannya adalah:

Sule-wesi Utara.
Atau Sule-wesi Selatan.
Kalau kalah juga di dua provinsi itu, bolehlah coba jadi calon di Sulewesi Tengah, Barat, dan Tenggara.

Kalau belum beruntung juga? Itu artinya komedian paling serba bisa itu harus ngaca. Misalnya turun ke daerah lebih kecil, di Kabupaten atau Kota. Barangkali, sejumlah daerah ini juga cocok:

(1) Kepulauan Sule (yang benar Sula, di Maluku),

(2) Ikut Pilkada di Kota Sulebaya… (Ibukota Provinisi Jatim)

(3) Atau di Kabupaten Sulenep (maksudnya, Sumenep, di Madura).

Calon Bupati ber-Puisi

Bill Clinton, punya istilah bagus. Menurutnya: “Jika politik itu kotor,bersihkanlah dengan puisi”. Rupanya, ungkapan ini menjadi inspirasi bagi salah satu calon bupati. Maka, ketika tiba kampanye Pilkada, Sang Calon Bupati ini selalu berpuisi.

Tentu saja, ulah salah satu kandidat ini menjadi cemooh. Karena pihak lain, mengisi kampanye dengan Hiburan Dangdut, pesta artis, lomba karaoke, olahraga, dan lain-lain yang selalu meriah. Tapi ejekan ini tak digubris, sang calon bupati ini terus melaju dengan caranya sendiri. Berikut petikan bait puisi yang selalu ia baca…

Wahai Rakyat, saya datang untuk berkorban…

Wahai Rakyat, saya datang untuk berjuang…

Wahai Rakyat, saya datang untuk mengabdikan diri…

Sayang, dalam penghitungan suara Pilkada, ia gagal. Lima Tahun berikutnya ia kembali mencalonkan diri. Kali ini bukan di momen Pilkada, melainkan Lomba Baca Puisi Tingkat Kabupaten. Dan, beruntung (kali ini) menang…

Janji Bangun Jembatan…

Semua politisi (termasuk pasangan calon kepala daerah), selalu berjanji akan membangun jembatan… Meski di daerah (lokasi tempat berkampanye) itu tak ada sungai…

Beda dengan Pil KB

Perbedaan antara Pil KB dengan Pilkada adalah:

Pil KB, lupa dulu baru jadi…

Pilkada, jadi dulu, setelah itu lupa…

Tapi ada juga persamaannya, sama-sama melibatkan kerja keras para kader (kader Posyandu dan kader Posko pemenangan).

Warteg dan Bengkel Sepeda Punya Hak Pilih

Beberapa tahun berselang, di saat Marissa Haque kalah bertarung, ia melancarkan sejumlah serangan. Terutama tentang klaim bahwa pemenang Pilkada menggunakan ijazah palsu. Entahlah, mana yang benar. Yang pasti, dalam ajang Pilkada, perkara asli atau palsu, bisa dibikin samar-samar. Termasuk dalam memanipulasi hak pilih.

Selama ini, dalam Pilkada di kenal berbagai jenis pemalsuan paling mudah dilakukan, tak lain di tahapan pemutakhiran data pemilih, penyusunan daftar pemilih sementara, dan penetapan daftar pemilih tetap. Caranya: penggelembungan jumlah hak pilih atau penyusutan hak pilih; daftar hak pilih anonim alias tak diketahui identitas dan alamatnya; daftar hak pilih yang sudah meninggal atau justru masih kecil; dan lain-lain. Praktek pencurangan seperti itu, sepertinya sudah menjadi biasa…

Tetapi, bagaimana jika hak pilih itu tak lain adalah nama bengkel sepeda dan Wateg?

Lelucon Pilkada DKI…

Sewaktu kampanye Pilkada DKI beberapa waktu lalu, banyak betebaran spanduk dengan bunyi: Urusan Banjir, Serahkan Pada Ahlinya… Seusai Pilkada, banjir tetap berlangsung. Rupanya warga DKI telah memilih dengan benar. Mereka memenangkan kandidat yang Ahli Membiarkan Banjir…

Ramalan Dukun (LimaTahun Lagi)

Kiprah para praktisi klenik dan perdukunan seringkali menjadi bumbu penyedap dalam ajang Pilkada. Di sebuah daerah, terkenal seorang Mbah yang seringkali ramalannya tepat, dalam menilai potensi kemenangan para calon. Kali ini, ia kembali ditantang untuk menebak siapa yang akan menang dalam Pilkada di sebuah daerah. Sayangnya, ramalan Sang Mbah Dukun kali ini meleset. Karena nama calon yang ia sebut akan menang, ternyata hanya berada di urutan kedua. Kalah oleh nama yang lain. Tapi, apa jawabannya ketika ditanya mengapa ia salah menebak?

“Saya tak salah,” kata Mbah dengna tetap percaya diri. “Kalian saja yang keliru menafsirkan. Kalian hanya bertanya nama A itu akan menang atau tidak? Saya jawab ia akan menang. Tapi bukan di tahun ini, melainkan lima tahun lagi…”

Politik Uang di Lokalisasi

Seorang kandidat kepala daerah terheran-heran. Meski ia menebar uang banyak, namun perolehan suaranya jeblok. Suara yang diperoleh sama sekali tak sebanding dengan duit yang dibagi-bagikan. Ia pun kalah telak. Lalu, investigasi di lakukan. Salah satu lokasi yang dicek, adalah sebuah daerah yang terkenal sebagai ajang dunia malam…

Kepada seorang perempuan muda ia bertanya:

Kandidat: Mbak, apakah tim saya membagi-bagikan amplop di sini?

Perempuan Muda: iya, benar, jumlahnya seratur ribuan per amplop.

Kandidat: lalu, mengapa mereka tak memilih saya, apakah calon lain member lebih banyak?

Perempuan: tidak! Hanya tim sukses sampean yang datang dan bagi-bagi rezeki di sini. Tapi…

Kandidat: Tapi apa Mbak?

Perempuan: tapi, dengan uang itu, bukan kami yang mencoblos. Malah dicoblos…

Janji Konsultan Politik…

Politik Indonesia hari ini adalah politik modern.Setidaknya telah melibatkan teknologi inforamsi, platform media sosial, dan juga berbau ilmiah (dengan survey dan quick count). Kedua bidang itu, biasanya dikerjakan oleh Konsultan Politik (ada LSI, versi Denny J.A dan Saiful Mujani, ada Polmark milik Eep S. Fatah, ada juga JSI dan lain-lain).

Alkisah, ada calon Gubernur yang menyimak presentasi dari lembaga survey. Informasi yang dibuka adalah: Sang Calon memiliki potensi kemenangan yang besar, karena popularitasnya mencapai 95%, sementara kompetitornya hanya 59 %/. Otomatis, kontrak pun ditandatangani. Sang calon Gubernur dan lembaga survey itu kemudian sepakat membangun kerjasama, untuk pemenangan Pilkada.

Tiba hari H,ternyata malapetaka yang terjadi. Sang calon justru kalah telak oleh pesaingnya. Ia pun marah-marah dengan lembaga survey yang dibayarnya. Lalu, apa argumentasi lembaga survey?

“Pak Gubernur, kami tidak salah.Popularitas Bapak memang tinggi, mencapai 95%, jauh melampaui kandidat lain. Tapi popularitas itu mucul karena Bapak dikenal sebagai kandidat paling korup…

Wahai Raja Banten!

Rupanya, sudah dari sononya Banten akan selalu dipimpin Ratu atau Raja. Bukan yang lain. Kini, pecahan Jawa Barat itu dipimpin Ratu Atut Chosiyah. Mendatang, ada tiga nama beken yang akan bertarung.

Tiga nama kandidat yang berkibar kencang dalam Pilkada Provinsi Banten, terdiri dari tiga pejabat publik di “wilayah” yang berbeda. Masing-masingnya:

Wahidin Halim (Walikota Tangerang)’
Ratu Atut (Gubernur Banten)
Jazuli Juweni (Anggota DPR RI)

Jika saja Wahidin Halim, Ratu Atut, dan Jazuli berkolaborasi, maka dipastikan akan menang satu putaran saja. Dan tiga nama itu, jika digabung, maka akan berbunyi:: WAHAi RAJA…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar